Social Project KIR




Ngabuburit Ala KIR

 .
.
.
“Kesuksesan sejati adalah ketika kita membuat orang lain bahagia” -Helvy Tiana Rosa-

***
Kita semua tahu, bahwa ramadhan adalah bulan yang menawarkan sejuta rahmat. Seluruh umat muslim bagaikan tak ketinggalan untuk ikut berlomba dalam berbagai kegiatan yang mengalirkan manfaat. Tak terkecuali dengan ekstrakurikuler sekaligus organisasi kece yang satu ini, KIRSman1ta. Digagas oleh Divisi Sosial Humaniora (SOSHUM), KIR pun akan memanfaatkan momentum ramadhan dengan mengadakan sebuah acara sederhana yang dinamai “Ngabuburit Ala KIR”. Berikut beberapa informasinya:


Ø  Ngabuburit Ala KIR itu apa sih?
Ngabuburit ala KIR merupakan suatu bentuk kegiatan sosial yang mengusung tema “Raih Keberkahan Dengan Formula Kebaikan”.

Ø  Dimana dan siapa sasaran acara ini?
Acara ini akan berlangsung di Pondok Pesantren Daarul Istiqomah yang bertempat di Desa Tajurhalang-Kabupaten bogor. Dengan sasaran para santri ponpes tersebut yang mayoritas merupakan anak yatim dan dhuafa.

Ø  Kapan acara ini akan dilaksanakan?
Acara ini akan diselenggarakan pada tanggal 25 Juni 2016 dan dengan 25 peserta.

Ø  Kegiatannya apa aja sih?
Acara ini menyuguhkan beberapa kegiatan menarik, seperti:
1.       Praktikum Sederhana
Kegiatan praktikum bertujuan untuk mengenalkan identitas KIR sebagai salah satu wadah bagi para peneliti muda untuk mengkaji berbagai bidang keilmuwan.

2.       Training Motivasi
Kegiatan ini bertujuan untuk membangkitkan semangat dan motivasi kepada para peserta acara, melalui penyampaian materi serta sharing kisah inspiratif.

3.      Nobar (Nonton Bareng)
Kegiatan ini bertujuan untuk mempublikasikan salah satu film dokumenter yang berjudul “Filosofi Sepatu”. Film ini merupakan karya anggota KIR (Zury Muliandari, Doni Chesa R, Henny Dwi Yanti, Muhammad Syafiq, dan Rizky Chairunnisa) yang sempat dilombakan pada ajang GALAKSI (Gelar Aksi Siswa) beberapa waktu lalu. Film dengan judul tersebut memiliki pesan yang berkaitan dengan moral dan karakter generasi muda masa kini.

4.      Baksos (Bakti Sosial)
Kegiatan ini bertujuan untuk menyantuni anak yatim dan kaum dhuafa melalui pemberian bingkisan berupa alat tulis sekolah, karena bertepatan dengan dilaksankannya tahun ajaran baru. Selain alat tulis sekolah, kami juga menerima berbagai barang layak pakai lainnya yang sekiranya dapat disumbangkan. Seperti: pakaian, buku, jilbab, sajadah, dll.

5.       Games
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan hiburan sederhana kepada para peserta acara.

6.      Bukber (Buka puasa bersama)
Kegiatan ini bertujuan untuk membangun kebersamaan antara panitia (anggota KIR) dengan peserta acara.

Ø  Mengapa acara ini dilaksanakan?
Sebab umum: Karena bertepatan dengan bulan penuh berkah, maka KIR pun ingin meraih dan berbagi keberkahan tersebut kepada para sesama.

Sebab khusus: Karena, penggagas acara ini merasa perlu untuk menciptakan sebuah kenangan manis di angkatannya pada akhir masa jabatan KIR kelas XI dengan aksi kemanusiaan yang bermanfaat, mengingat telah banyak ilmu yang selama ini diperoleh di KIR maka sudah selayaknya ilmu tersebut dibagikan kepada elemen masyarakat yang membutuhkan. Selain daripada itu, penggagas melihat keredupan dan ketiadaannya titik terang pada acara Education Fair 3 yang seharusnya menjadi perhelatan akbar KIR.

Ø  Lalu bagaimana acara ini dapat berlangsung?
Acara ini dapat berhasil tentunya dengan adanya koordinasi dan komunikasi yang baik antar panitia terkait. Selanjutnya, acara ini akan membutuhkan partisipasi anggota dan para alumni khususnya dalam pengumpulan dana untuk bakti sosial. Namun, kami juga memberikan kesempatan bagi khalayak umum untuk ikut berpasrtisipasi. Sesuai kesepakatan panitia, kami menyediakan sarana investasi akhirat berupa infaq sebesar Rp. 15.000/org. Infaq tersebut dapat diberikan langsung mulai hari ini sampai dengan tanggal 23 Juni 2016. Untuk info lebih lanjut dapat menghubungi: Zury Muliandari (0857-7303-1388) atau Elsa Fitri (0812-9682-6518).

Sekian dan terima kasih.



Tajurhalang, 16 Juni 2016
 Oleh: Zury Muliandari

Kepemimpinan Sejati



Artikel dari Bagus H. Jihad di 10:07
(Sumber : Google.com)

[Baguse-rek]  “Bangsa ini punya orang atau penguasa formal, seperti presiden atau gubernur, tetapi tidak memiliki pemimpin sejati. Ada pemerintah, tetapi pemerintahannya sudah tidak dipatuhi, sehingga dikatakan pemerintahan sudah berhenti.” Suara dari TV itu membuatku berhenti membaca, dan menarikku duduk di depannya. Rupanya siaran ulang Orasi Kebangsaan oleh Buya Syafii Ma’arif pada peringatan ulang tahun Surya Paloh Ketum Ormas Nasional Demokrat di Gd. Perintis Kemerdekaan Jakarta (16/7).

Selanjutnya Buya mengatakan,”
Pemimpin di negeri ini absurd, perintah 50% tidak dijalankan. Jangan mengeluh dong. Kenapa ini, apa penyebabnya? Apa perintahnya tidak masuk akal atau anak buahnya tidak patuh lagi? Kalau anak buah sudah tidak patuh, bisa dikatakan, kepemimpinan sudah berakhir”.
“Tajam, sangat tajam dan berani. Untunglah bukan di jaman ORBA, kalu tidak mungkin Buya sudah “dijemput”. Mungkin bukan hanya Buya Syafii yang dijemput, tapi penggagasnya, pendengarnya dan tidak mungkin bisa kuikuti siaran ulangnya,”gumamku.

Sesudahnya, kubuka direktori file laptopku, karena aku ingat pernah menyimpan file yang berkaitan dengan kepemimpinan. Butuh waktu cukup lama sampai aku menemukannya, dan seperti yang tertulis berikut ini!

Kepemimpinan versi John Maxwell
          Banyak orang merasa menjadi pemimpin pada saat sebuah tanda jabatan disematkan di dadanya, dan ia dilantik oleh pejabat di atasnya. Sementara ternyata dalam kesehariannya ia hanya memimpin dengan sebuah buku, yaitu yang namanya buku peraturan, dimana Ia hanya mau tanda tangan dan menyetujui kegiatan kalau rule nya ada di buku. Kata orang ia adalah orang yang jujur dan taat perintah. Praktis hampir tak pernah ada kesalahan yang ditimpakan kepadanya, karena ia adalah orang yang benar-benar taat aturan. Mereka jumlahnya cukup banyak, dan tentu saja benar bahwa mereka adalah pemimpin, namun yang membedakan mereka dengan yang lain tentu adalah tipenya, sebab untuk menjadi pemimpin dibutuhkan lebih dari sekedar aturan, melainkan juga terobosan dan respek.


5 Peringkat Pemimpin

John Maxwell membuat peringkat pemimpin dalam 2 level. Orang yang dibicarakan di atas benar adalah pemimpin, tetapi baru sekedar pemimpin di atas kertas, yaitu pemimpin level satu. Pemimpin yang sempurna adalah pemimpin level 5, yaitu pemimpin yang dituruti, karena direspeki. John Maxwell menggunakan 5 level pemimpin (5P) yaitu Position, Permission, Production, People Development, dan Personhood. Masing-masing akan dibahas berpasangan dengan produknya, yang disebut Maxwell sebagai 5R, yaitu Rights, Relationships, Results, Reproduction dan Respect.
Pada pemimpin level 1, seseorang dituruti semata-mata karena position nya. Ia duduk di sana karena ia memegang hak tertulis (rights). Orang-orang mengikutinya, karena suatu keharusan. Celakanya, semakin lama ia berada di posisi itu akan semakin mundur organisasi. Organisasi akan ditinggalkan oleh karyawan-karyawan kelas satunya yang menyukai terobosan dan laku di pasar. Sementara itu moral kerja merosot drastis dan image sebagai organisasi yang disegani tak lagi terdengar, malah sebaliknya. 

Pemimpin ini sebaiknya segera memperbaiki diri. Ia bisa menapak naik ke pemimpin level 2, yang disebut permission (sedikit di atas otoritas). Ia tidak melulu mengacu pada peraturan tertulis, melainkan mulai menghargai orang-orang yang melakukan terobosan sebagai warna yang harus diterima. Orang-orang pun senang dan menerima kepemimpinannya bukan lagi semata-mata karena rights, melainkan relationship. Mereka mengikuti karena mereka menghendakinya. Tetapi kalau cuma sekedar relationship saja, dan orang-orang merasa senang maka ia bisa menjadi pemimpin yang populis, yang anak-anak buahnya tidak terpacu untuk maju.

Oleh karena itu, idealnya seorang pemimpin naik lagi ke pemimpin level 3, yaitu maju dengan kompetensi dan memberi hasil yang dapat dilihat secara kasat mata. P ketiga ini disebut production, dan orang-orang di bawahnya mau mengikuti kepemimpinannya karena results, yaitu hasil nyata yang tampak pada kesejahteraan mereka dan kemajuan organisasi. Pemimpin pun senang karena pekerjaannya dengan mudah diselesaikan oleh orang-orang yang dedikatif, bekerja karena momentum. Biasanya level tiga ini berdampingan atau tipis sekali batasnya untuk melompat ke level empat. Ini hanya soal kemauan berbagi saja dan relatif tidak sulit karena hasilnya ada dan bukti-buktinya jelas. P ke 4 ini disebut people development dan hasilnya diberi nama reproduction.

Pemimpin level 4 adalah pemimpin langka yang bukan cuma sekedar memikirkan nasibnya sendiri, melainkan juga nasib organisasi. Ia tidak rela sepeninggalnya ia dari organisasi, lembaga itu mengalami kemunduran, maka kalau ia tak bisa memilih sendiri pengganti-penggantinya, ia akan memperkuat manajer-manajer di bawahnya agar siapapun yang menjadi pemimpin organisasi akan terus bergerak maju ke depan. Tentu saja tidak mudah mendeteksi pemimpin tipe ini selain dari apa yang ia lakukan untuk mengembangkan calon-calon pemimpin. Biasanya kita baru bisa menyebut Anda berada pada level empat kalau Anda sudah pensiun, sudah tidak duduk di sana lagi. Pada waktu Anda meninggalkan kursi Anda, maka baru bisa kita lihat apakah orang-orang yang dihasilkan benar-benar mampu meneruskan kemajuan atau malah mundur. Tentu saja maju-mundurnya organisasi paska kepemimpinan Anda sangat ditentukan oleh pemimpin berikutnya, tetapi kita dapat membedakan dengan jelas siapa yang membuat ia maju atau mundur.

Kepemimpinan level 5 ini oleh Jim Collins disebut sebagai pemimpin dengan professional will dan strategic humility. Kepemimpinan ini disebut sebagai spiritual leader yang tampak dari perilaku-perilakunya yang merupakan cerminan dari pergulatan batin dalam jiwanya (inner voice). Orang-orang seperti ini tidak mencerminkan kebengisan, melainkan ketulusan hati. Ia bisa saja mengalami benturan-benturan, tetapi semua itu bukanlah kehendaknya pribadi. Orang yang baik hati seperti Gandhi saja ternyata juga dicaci maki dan dibunuh, tetapi satu hal yang jelas, ia diikuti oleh banyak orang karena dirinya dan apa yang ia suarakan. Mereka patuh karena respek. Mereka tahu persis bahwa bahaya terbesar akan terjadi kala mereka mulai populis, yaitu ingin disukai semua orang ketimbang direspeki.


5 LEVEL KEPEMIMPINAN SEJATI

          Sebuah perusahaan di Jepang, sedang merugi besar. Masalahnya, saham perusahaan juga anjlok karena perusahaan sparepart otomotif ini, mencoba untuk terjun ke bisnis properti. Tanpa pegalaman serta orang-orang yang handal serta ditimpa krisis dunia, akhirnya perusahaan ini nyaris rontok. Saham perusahaan anjlok dan banyak  karyawan yang marah serta menyalahkan pimpinannya. 

          Akhirnya, pertemuan antara pimpinan serta para karyawanpun dilakukan. Rata-rata karyawan sudah siap untuk menyerang dan menjatuhkan si pemimpin mereka yang dianggap bertanggung jawab atas kesalahan pengambilan keputusan itu.

          Ketika si pimpinan masuk, tidak ada sambutan tepuk tangan. Bahkan tidak ada penghormatan. Namun, ketika diberikan kesempatan untuk bicara. Si pimpinan perusahaan, serta merta berlutut ke lantai, membungkukkan badannya dalam-dalam dan berkata, "Saudara-saudara sekeluarga di perusahaan ini. Saya minta maaf. Saya sungguh ingin minta maaf. Saya telah mengambil keputusan yang salah yang menyebabkan saham perusahaan kita anjlok. Tetapi, jika diijinkan, saya akan melakukan langkah apapun yang diperlukan untuk membangun kejayaan perusahaan kita kembali, Saya bersedia membayar ongkosnya dengan kerja keras saya".  Serentak, semua karyawan tertunduk, ikut membungkuk dalam-dalam dan banyak diantaranya yang menangis!

          Kisah di atas punya banyak kemiripan dengan kisah yang diceritakan oleh Martin L.Johnson dalam buku Chicken Soup for the Soul at Worl, yang berkisah tentang CEO Pioneer Hi-Bred Interneational, yang gara-gara membeli Norand, sebuah usaha teknologi informasi, akhirnya jutsru merugi besar. Dan, hal yang tak pernah terlupakan bagi karyawannya, adalah tatkala, dengan rendah hati, Tom Urban, CEO-nya meminta maaf dengan tulus serta mengambil tanggung jawab atas kesalahannya. Itulah contoh-contoh kepemimpinan yang sungguh menginspirasi.

Lima Level Kepemimpinan

          Pertanyaan paling pokok disini adalah, bagaimanakah kita bisa sampai ke level kepemimpinan yang bisa menginspirasi banyak orang? John C. Maxwell, salah seorang guru kepemimpinan yang telah mengajarkan jutaan pemimpin di dunia tentang kepemimpinan mempunyai jawabannya. Ia membagi kepemimpinan menjadi lima level yang harus dilewati. Menurutnya, jika kepemimpinan itu diibaratkan seperti anak tangga, maka terdapat lima tangga utama yang harus dilewati oleh para pemimpinan di dalam organisasi. Cobalah Anda evaluasi dan refleksikan, bagaimanakah posisi kepemimpinan Anda maupun orang-orang di sekitar Anda. Dan yang paling penting, coba perhatikan sampai di level manakah kepemimpinan Anda saat ini?

          Level pertama, adalah level posisi (position). Inilah level kepemimpinan yang paling rendah. Pada dasarnya, orang mengikuti Anda karena 'kebetulan' mereka tidak punya pilihan sebab Andalah yang dipercaya untuk memegang posisi tersebut. Pada level ini, otoritas seorang pemimpin hanya terbatas di posisi ini. Bawahan merasa hanya perlu berinteraksi sekedar hanya untuk mendapatkan tanda tangan dan persetujuan. Tetapi, di level ini, banyak bawahan tidak merasa betul-betul dimiliki oleh atasannya, sehingga tak heran dibelakang mereka sering mengata-katai boss mereka ini. Saya pernah mendapatkan sebuah email, dari seorang peserta training yang berkisah tentang boss-nya, "Pak, saya di perusahaan consulting. Pimpinan saya diangkat karena jualannya bagus dan sangat pandai negosiasi. Tapi, kami tidak pernah respek karena dia sendiri nggak pernah menganggap kami. Ia maju sendiri dan marah kalau dari kami ada yang kontak dengan pimpinan. Semua harus lewat dia. Di kantor, ia memiliki kami tapi hati kami tidak bersama dia". Pada kenyataannya, ada banyak pemimpin yang bertahun-tahun di posisi ini, tetapi tetap tidak pernah naik ke level berikutnya.

          Nah, pada level berikutnya, atau level kedua, adalah level dimana telah terjadi hubungan dan kesediaan (permission). Disinilah orang mulai mengikuti bukan karena 'harus' tetapi karena mereka 'ingin'. Di level inilah, pengaruh Anda sebagai pimpinan mulai kelihatan. Sebenarnya, ketika memasuki level ini, sudah terjadi kontak batin serta mulai ada chemistry antara orang yang dipimpin dengan yang memimpin. Proses interaksi mulai terjadi dan hubunganpun mulai terbangun. Hanya saja, jika seorang pemimpin terlalu lama di tangga ini, bisa jadi ia menjadi sangat populer di mata bawahannya, hubungannya baik tetapi hasil dan output-nya bisa jadi kurang memuaskan. Itulah sebabnya seorang pemimpin tidak boleh terlalu lama di tangga ini.

          Tangga kedua ini sebenarnya mengingatkan kita pada Edward Liddy, mantan Chairman dan CEO AIG, yang reputasinya anjlok setelah ia membagi-bagikan bonus besar kepada karyawannya. Di mata karyawan mungkin saja tindakan tersebut  dianggap populer dan ia pun disukai, tetapi secara bisnis langkah ini tentu saja tidak strategis. Masalahnya, untuk selamat saja, AIG konon harus menerima dana bailout dari pemerintah AS sebesar $84 miliar.

          Berikutnya, level ketiga dari kepemimpinan adalah level menghasilkan (production). Kalau level kedua banyak berbicara mengenai pandangan tentang Anda di mata karyawan level ketiga ini mulai berbicara mengenai pandangan Anda di mata manajemen. Masalahnya, disinilah orang mulai melihat bagaimana output team yang Anda hasilkan, setelah Anda mulai memimpin suatu tim. Jika seorang pemimpin sudah berhasil samapi di level ini, maka selain terdapat kontak batin yang baik antara pemimpin dengan anak buahnya, juga terdapat hasil yang bisa dibanggakan.

          Kemudian, level berikutnya adalah level pengembangan orang (People Development). Disinilah, seorang pemimpin tahu bahwa ia tidak bisa menjadi sukses sendirian, atau hanya dirinya yang  mampu sementara anak buahnya bergantung adanya. Dalam level inilah, maka seorang pemimpin mulai banyak meluangkan waktunya untuk melakukan proses coaching dan counseling ataupun mentoring untuk mendidik orang-orang dibawahnya agar mampu. Sayangnya, banyak pemimpin yang terlambat sekali tiba di level ini. Baru-baru ini, dalam acara makan malam dengan seorang CEO yang sudah tua, ia mengatakan, "Pak Anthony. Saya agak terlambat menyiapkan orang-orang untuk menggantikan saya. Sekarang, saya sudah sakit-sakitan. Saya mulai membagikan semua ilmu yang saya miliki untuk orang-orang yang diproyeksikan akan memimpin bisnis ini di masa depan. Saya tidak tahu, apakah waktu saya masih akan mencukupi untuk itu"

          Akhirnya, di ujung level kepemimpinan, terdapatlah level kepemimpinan yang tertinggi yang kita sebut sebagai level kepemimpinan yang sungguh menginspirasi (Personhood). Hebatnya kepemimpinan model ini adalah bahkan setelah pemimpin tersebut tidak ada, ataupun telah lama meninggalkan dunia ini, semangat dan nilai kepemimpinannya masih dapat dirasakan. Disinilah, seorang pemimpin dapat menginspirasi seseorang dengan nilai-nilai serta filosofi hidup yang dimilikinya. Seperti kisah kita di awal tulisan ini, seorang pemimpin di level ini mulai menginspirasi melalui karakter, nilai-nilai maupun perbuatan yang tiak diucapkannya. Tetapi, seorang orang pada akhirnya akan melihatnya.

          Menurut John Maxwell, tidak banyak pemimpin yang bisa sampai di level kepemimpinan ini. Mahatma Gandhi adalah salah satu contoh kepemimpinan yang termasuk di kategori ini. Boleh saja, ada orang yang membencinya hingga akhirnya ia ditembak mati. Tetapi, nilai dan filosofi hidupnya justru tetap tumbuh dan berkembang, jauh hari setelah ia meninggal. Dan itulah contoh kepemimpinan di level tertinggi ini.

Alexander The Great, atau yang lebih dikenal juga dengan nama Iskandar Zulkarnain, adalah raja Romawi yang sangat terkenal dengan kepemimpinannya. Suatu waktu Alexander The Great memimpin pasukannya melintasi gurun pasir yang panas dan kering. Setelah hampir dua minggu berjalan, ia dan pasukannya kelelahan dan hampir mati karena kehausan. Tetapi Alexander tetap memimpin pasukannya untuk terus berjalan penuh semangat.Pada siang yang terik, dua orang pasukannya datang menemui Alexander dengan membawa semangkuk air yang mereka ambil dan sebuah kolam air yang telah kerontang. Kolam air itu kering dan hanya ada sedikit air yang tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh pasukan. Melihat hal ini, Alexander membuang air itu ke gurun pasir.
Sang Raja berkata, ‘Tidak ada gunanya bagi seseorang untuk minum di saat banyak orang sedang kehausan!

Demikianlah kepemimpinan itu. Anda tidak bisa memperlakukan orang-orang anda hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan anda. Anda harus menunjukkan ketulusan dan keteguhan diri anda dengan sama-sama merasakan apa yang orang-orang anda rasakan.


Flashback Nyasar Ke KIR



If you ever find yourself stuck in the middle
of the sea
I’ll sail the world to find you
If you ever find yourself lost in the dark
and you can’t see
I’ll be the light to guide you

Find out we’re made of
When we are called to help our friends in need

You can count on me like 1, 2, 3
I’ll be there
And I know when I need it
I can count on you like 4, 3, 2
You’ll be there
‘Cause that’s what friends are supposed to do
( Count On Me – Bruno Mars )
***

 
     Hari ini terasa amat panas. Matahari seakan memerah dan menampakkan sebongkah amarah. Begitu kontras hingga menajam pada kedua bola mataku. Refleks saja kaki ini maju-mundur dan mulai gontai berjalan mencari rerimbunan pohon untuk segera bersembunyi dari perang sang raja siang.

Masih terasa asing auranya. Lingkungannya, kantinnya, musholanya, parkirannya, apalagi kelasnya.

     Tak seantusias dulu ketika masih SMP kala mendambakan sekolah baru, namun kini setelah beberapa hari resmi menjadi siswi SMA nampaknya belum ada tanda-tanda hidup bahagia. Tapi aku tetap merasa akan ada begitu banyak kejutan selama 3 tahun mendatang. Entahlah, yang jelas aku terlalu bersemangat mengenakan seragam baruku ini, kuharap tiada yang mampu mematahkan hal itu.

"Zur, elo ikut ekskul apa ?" Kata seorang teman.
"Teater, paskibra, sama rohis. Lo ikut apa ?" Jelasku.
"Gila, banyak juga tuh ekskul. Lo yakin bakalan ikutin semuanya ? Gue kayanya mau ikut KIR nih" Ujarnya lagi.
"Yakinlah. Tapi gatau bakal bertahan apa engga, secara kan dari dulu gue suka keluar masuk ekskul, paling lama bertahan ya pasti 2 bulan. " Jawabku dengan wajah melas.
"Hahaha. Kuat tuh?" Ia kini meledekku.
"Kuat insyaallah. Malahan gue mau daftar padus sama karate juga. Gue pengen jadi orang sibuk, gue pengen buat banyak cerita di masa SMA gue, pokonya gue harus ikut organisasi sebanyak-banyaknya, harus punya banyak temen, dan harus ikut banyak lomba" Kataku.
"Iya deh, semangat ya Zur. Ohiya, lo ganyalon osis juga?" Tawarnya.
"Engga ah, gaminat gue" Dalihku
"Mau ikut KIR sekalian ga Zur? Mumpung ntar pulang sekolah ada open house nih, lo mau ikut ga? Ntar bareng gue ke lab fisikanya" Ia mengajakku lagi.
"Ogah ah. Jelas gue benci IPA. Ngapain gue ngotot masuk IPS kalo jadi anak KIR. Eh tapi almetnya boleh juga tuh, keren." Jawabku seadanya.
"Ah lo, jangan gitu. Gaboleh terlalu benci sama IPA. Ilmu alam dan sosial itu kan berjalan berdampingan dan saling berhubungan satu sama lain, gak boleh benci gitu. Makanya, gue ngincer almetnya juga sih. hehe" Jelasnya yang membuatku heran.
"Anak IPA tuh rese tau ga. Kebanyakan dari mereka masuk IPA cuma karena paksaan bokap nyokapnya doang, gengsilah apalah, ntar ujung2nya pas kuliah, jurusan IPS diembat. Ah bete gue. Udah mana nilai UN gue anjlok cuma gara2 IPA doang. Coba kalo nilai IPA gue bagus, tembus smansa gue." Jelasku kesal.
"Ah payah lo. Ikutan dong. Demi almetnya doang deh" Ia membujukku dengan sangat.
"Gila lo, engga ah" Tegasku lagi
"Yaudah temenin gue ajadeh ntar pas open house. Kan kita pulangnya bareng, kalo lo pulang duluan trus gue ikutan open house, ntar gue pulangnya sama siapa ?"
"Ya sama anak2 KIR temen baru lo itu lah"
"Ih"
"Bodo. Ogah gue nginjek lab"
"Ah bete"
"Malesssssssss."
"Zur... Cuma nemenin gue doang Zur. Elo gak harus ngisi formulirnya kok"
"Yaelah, gue mikir2 dulu deh. Ntar kalo bel pulang, lo ke kelas gue ya."
"Oke sip Zuryyyy..... Awas loh.. ntar gue tarik biar lo jadi anak lab hahaha"
"Calon hakim lu suruh megang mikroskop, bahaya ntar ancur sama gue"
"bodoamat"

***

"Ah.. Fajriah mana sih.. " Gumamku dalam hati setelah memutar-mutar bola mata ke seluruh halaman sekolah tanpa mendapati batang hidungnya.
"Ah, jangan bilang tuh anak udah ke lab fisika lagi. Aduh mampus gue dikerjain. " Wajahku mulai gelisah dan langsung menggerakkan kaki untuk segera berlari menuju lab fisika yang lumayan jauh dari lokasi kelasku.

     Kususuri jalan yang disemen putih ini dengan hati-hati. Tat kala langkahku hampir mendekati laboratorium itu, jelas kulihat ramainya siswa-siswi memenuhi tepat di depan pintu. Tak butuh waktu lama untuk mencari Fajriah, pandanganku langsung tertuju pada sepasang mata gadis jail itu. Bukannya malah menghampiriku, dia sengaja masuk ke dalam lab dengan tampang sumringah bermaksud mengajakku melakukan hal yang sama. Ah dengan pasrah kuikuti saja langkahnya. Kukira, hari ini aku hanya akan bersikap baik padanya dengan maksud menemani Fajriah mengenal lebih jauh ekskul kebanggaannya itu yang merupakan ekskul yang paling tidak kusukai.

     Dengan tubuh gontai karena cukup kelelahan dengan hari-hari awal masuk sekolah, aku mulai berjalan lesu dengan muka sama sekali tidak bersemangat mendiami ruang kebencianku itu. Ya, aku benar-benar tidak menyukai apapun yang berhubungan dengan IPA sejak kecil. Termasuk dengan ruangan yang sedang kupandangi ini. Lihat saja, tak ada estetikanya sedikitpun. Tidak ada unsur seni. Tidak punya keunikan sama sekali. Sungguh datar hanya dilapisi tembok dengan cat putih polos yang setengahnya merupakan keramik. Ah, menyebalkan. Belum lagi, kulihat -teman disekitarku adalah orang-orang dengan muka jenius yang lengkap sama kacamatanya. Oh ... My God, It's not my world. Help me to stay here without over bad feeling. Yeah, I know, stay at this room for a long time is only my mood breaker. Ah, I want to get out !!!
"Faj, gue cabut ya"
"Zur.."
"Sorry faj"
"Zury,tunggu..."
    
     Ketika aku memutar balik badanku, terdengar suara dari mikrophone bahwa open house KIR SMAN 1 Tajurhalang akan segera dimulai dan para siswa dilarang untuk keluar dari ruangan. Otomatis disitu langkahku terhenti. Fajriah pun sudah terlanjur menarik tanganku hingga hampir saja aku terjatuh diantara bintang-bintang ehh diantara murid-murid. Dan akhirnya, pasrah saja, bukannya berhasil keluar dari ruangan yang penuh sesak itu, aku malah kebagian duduk di barisan yang paling depan. Oh.. 

***

    Aku lupa bagaimana setelahnya, yang ku ingat, Ka Dita selaku MC pada saat itu melontarkan sebuah pertanyaan yang isinya “Apa alasan kalian masuk KIR?” jedaaaar. Mendengar itu, aku dan fajriah langsung saling tatap-tatapan sambil senyum-senyum tanpa alasan. Tak membiarkan pertanyaan itu didiamkan lama, iseng saja tangan ini terangkat dan bermaksud hendak menjawab.

“Perkenalkan, nama saya Zury Muliandari dari kelas X IPS-2, “ Belum sempat kuteruskan kalimat itu, entah saja begitu banyak pasang mata yang menatapku aneh. Apa salah ya ? Anak IPS masuk KIR ? Entahlah, aku tidak menghiraukannya saat itu.

“Saya masuk KIR karena ingin memperluas pengetahuan yang mencakup bidang keilmuan sains, sebagai variasi bagi saya yang memilih jurusan di ilmu sosial”. Entah alasan macam apa itu ? Yang jelas alasan tersebut adalah bohong, yang benar adalah karena dipaksa Fajriah hahaha.

     Setelah aku dipersilahkan untuk duduk kembali, Ka dita memperjelas bahwa KIR tidak hanya diperuntukkan bagi anak IPA saja, melainkan juga terbuka untuk anak IPS. Karena, KIR mencakup ilmu dari kedua-duanya. Tidak hanya terpaku pada sains, juga pada ranah sosial. Dan setelah mendengar pernyataan tersebut, entah magnet apa yang membuat hatiku agak tertarik dengan ekskul yang satu ini, sepertinya memang tempat yang pas untuk meng-upgrade pengetahuan. Tapi, tetap saja, aku belum terpikir untuk join dengan KIR. 

***

     Beberapa acara telah lewat, mulai dari perkenalan anggota kir, games, hingga pertunjukkan praktikum sederhana. Namun, sikap acuhku masih saja merajai otak ini, tak sedikit pun aku menyimak apa yang mereka suguhkan. Hingga pada satu bagian dimana diputarnya semacam video dokumenter perjalanan KIR. Video itu berhasil menarik perhatianku, terlebih saat setelahnya hadir dua orang alumni yang katanya memiliki kisah inspiratif di KIR. Mereka adalah ka Afrian dan ka Zahra. Keduanya berpostur tinggi dengan tubuh yang kurus. Kulit keduanya hampir sama, sama-mama sawo matang khas Indonesia. Juga terpaut senyum yang sama manisnya dari mereka. Bedanya, ka Zahra mengenakan kacamata sedangkan Ka Afrian tidak. Yang kuingat, saat itu mantan ketua KIR diangkatannya tersebut mengenakan kemeja berwarna ungu yang senada dengan baju ka Zahra yang mirip seperti gamis. Mereka terlihat anggun dan menawan. Jelas tercermin aura intelektual yang mengental dari keduanya, dari cara berbicaranya, juga dari pembawaannya. Ah, dua orang ini sungguh membuatku terkagum-kagum.

     Dengan bergantian, mereka menceritakan pengalaman demi pengalaman yang ditemui di ekskul Kelompok Ilmiah Remaja Ini. Hingga pada satu bagian, ka Zahra menceritakan kisah inspiratif dari salah seorang temannya yang kini belajar di negeri sakura. Dengan antusias ka Zahra menginterpretasikan sebuah video tentang temannya tersebut. Yang ku ingat, ada 100 keinginan tertulis menggunakan tinta berwarna merah dibalik kesuksesan temannya tersebut. Dan dari tulisan itu, ka Zahra berpesan agar kami (calon anak kir) juga menuliskan hal yang sama. Menggantungkan impian dan cita-cita ke dalam secarik kertas. Kemudian siap mencoret atau bahkan mencontreng satu persatu kelak.

    Dan hal tersebut, sukses membiusku. Membuatku terpana dengan kata demi kata yang dirangkainya menjadi sebuah kalimat dengan ucapan sederhana. Aku mulai sadar, aku mengagumi ka Zahra dan Ka Afrian sejak saat itu. Mereka seperti memberi suntikan semangat unukku di hari yang melelahkan itu. Hingga dengan yakin, aku berniat untuk siap menjadi anggota KIR, dan ingin bertemu dengan lebih banyak orang-orang hebat seperti mereka.

***
  
   Momen itu berlalu, kini tiba saatnya perkenalan divisi. Yang pertama, adalah divisi kimia. Dilanjutkan oleh divisi fisika dan diteruskan oleh divisi IPTEK. Kala itu, hampir saja tangan ini kembali terangkat ulah iseng yang terus aja bergelayut diotakku. Ya, aku hampir ingin memilih divisi IPTEK. Tapi entah apa yang menarik tanganku dan tak jadi mengacung. Hingga aku penasaran dengan divisi yang terakhir, yaitu DIVISI SOSHUM (dulunya SOSIAL HUKUM tapi sekarang kata Ka Shintya jadi SOSIAL HUMANIORA). Benarlah aku langsung angkat tangan berhubung itu divisi yang terakhir. Lagi-lagi, bukannya malah membahagiakan, malah aku dibuat tertegun karena hanya ada 2 orang yang memilih divisi soshum. Ya, hanya aku dan Fatiya. Tapi, entah mengapa aku terlalu semangat dengan divisi yang satu ini, walaupun anggotanya hanya kami berdua. Seperti ada sesuatu yang memaksa hatiku untuk menjatuhkan pilihan pada divisi ini. Mungkin, karena .....

***

(hampir) 2 tahun kemudian ..........................

     Sekarang, aku resmi menjadi anak KIR. Yuhuuuuuuuu. Meski sempat keluar karena sebuah alasan yang kata mantan ketuanya “tidak logis” wkwk. Namun, kini kumantapkan hati untuk benar-benar setia dengan ekskul yang satu ini. Bukan lagi karena paksaan temanku si Fajriah, malah dialah yang lebih dulu meninggalkan organisasi ini sebelum sempat ikut ODK (Orientasi Dasar Kir).



     Inilah hidup, kadang kita ditempatkan pada “rumah” yang tak pernah kita duga sebelumnya. Meski dalam “rumah” tersebut terdapat berbagai problematika, namun izinkan aku untuk tetap tinggal pada “rumah” ini. Rumah dimana aku temukan sebuah kisah tak terlupakan.

     Dan kini, kulihat “rumah”ku mulai berubah. Ada cat yang telah pudar. Ada beberapa tiang yang sepertinya mulai tergoyahkan. Dan ada pintu yang semakin ditutup rapat, entah karena apa sebabnya.

     Aku, rindu. “rumah”ku yang dulu. Yang selalu diisi dengan ilmu dan keluarga yang saling bahu-membahu.

***

From someone who loves this site.